Saturday, August 6, 2011 | By: Luna Biru

Egoku

Semakin dekat menuju Syawal, semakin kuat debar di jantungku. Debar? Ah, ia bukanlah istilah terbaik untuk mengungkapkannya. Sebak. Itulah barangkali istilah terbaik untuk menggambarkan sebuah perasaan seorang aku kala ini.

Pastinya Syawal kali ini punya rentak yang berbeza dari sebelumnya. Sesuatu telah dirampas dari aku hingga aku tidak mampu lagi merai Syawal yang seharusnya gemilang kuraikan. Murni jiwaku telah dirampas dan dibawa pergi oleh si perampas yang haloba pada kehancuranku. Aku kini tidak mampu lagi menjadi pemberi paling setia.

Namun dasar sial hatiku sulit diajak menjadi penjahat. Bergulat perasaanku ingin terus berbakti pada sebuah tanggungjawab yang sudah kugalas lebih sedekad. Alangkah sukarnya memisahkan perasaan itu yang sudah menjadi isi dan daging dalam hidupku. Sesungguhnya, deretan manusia itu belum lagi kubuang dari hidupku meski sudah saban detik berusaha kubunuh rasa cinta itu. Aku hanya ingin berhenti menjadi pencinta. Betapa aku ingin menguburkan kesemua kenangan yang menyakitkan itu agar tenggelam dalam tanah maaf yang sempurna.

Tapi aku juga bukan malaikat yang bisa berdiri tanpa nafsu dan dendam. Rasa rajuk yang kuderitai ini seringkalli memandu aku untuk terus nekad bertahan dalam kesumat marahku. Ya. Aku bisa kembali dan menyintai tapi sungguh, aku tak mahu. Cukuplah ruang yang telah kuberi sekian tahun untuk membuat mereka percaya yang aku tulus menyintai. Hingga pada akhirnya aku sedar bahawa aku tidak akan pernah menjadi sebahagian dari muka surat dalam diari kehidupan mereka. Cinta mereka terlalu mahal untukku.

Ah, hati, bertahanlah dalam egomu yang batu.

0 comments:

Post a Comment