Monday, January 28, 2013 | By: Luna Biru

Ada hantu di kepalaku


        Ada hantu di kepalaku. Hantu itu berupa wajahku. Hanya wajahnya jauh lebih hodoh dariku dengan kulit kehitaman dan mata yang merah menyala. Tubuhnya kadang kurus, kadang gemuk, bergantung kepada amal kebaikan yang aku lakukan. Semakin aku banyak melakukan kebaikan, semakin kurus tubuhnya. Lalu dia akan mengamuk dan memekik dengan suaranya yang gempita. Nyaringnya menimbulkan desing di telingaku dan sakit yang luar biasa di kepalaku. Biji-biji ubat pembunuh sakit pun tidak akan dapat menghentikannya. Dia hanya akan berhenti kalau aku nekad meminta doktor menyuntikku dengan ubat penenang. Lalu kami akan terbang bersama dalam kepulan awan yang putih. Aman.

Aku tidak sedar sejak bila hantu  itu wujud. Aku cuba mengingat. Mungkin sekitar lima belas tahun lalu saat aku menikam ayahku sendiri dengan belati tajam yang selalu kusimpan di bawah tilamku. Ataukah ia wujud sejak lama dahulu, saat ayah menjadikan ibu sebagai mangsa deranya dan aku sebagai mangsa kepuasan serakahnya. Aku tidak pasti.
Pada mulanya hantu itu berupa anak kecil manis yang kukira adalah kembarku. Dia sering mengunjungiku di kamar saat aku menangisi nasib malangku. Dia memujukku dengan suaranya yang lunak dan membawaku bermain dalam dunianya yang aneh. Semakin lama, dia kian kerap mengunjungiku hingga aku merasakan kebergantungan yang melampau kepadanya. Hanya dialah satu-satunya teman yang memahamiku kala itu. Teman-teman yang lain hanya tahu mentertawakan nasibku. Atau paling tidak, sekadar menghulur tatapan simpati.
Masa berlalu dan kembarku itu pun ikut beranjak dewasa mengikut usia perkembanganku. Dia masih setia di sisi menemani aku. Tapi kali ini dia tidak lagi mengajak aku bermain ke dunianya yang aneh. Dia sudah mulai membisikkan saranan-saranan agar aku mampu melindungi diriku dari terus menjadi mangsa keadaan. Kalau aku enggan menuruti permintaanya, dia akan merajuk marah dan meninggalkan aku sendirian. Akhirnya terpaksalah aku memujuknya dengan melakukan segala saranannya. Saranan pertama yang aku tunaikan adalah melempar batu ke kepala anak jiranku yang sudah sering mempermainkan aku. Anak itu menjerit kesakitan dengan darah yang mengalir dari dahinya. Aku merasa kepuasan yang luar biasa saat itu.  Kami kemudiannya meraikan kemenangan yang indah itu dengan menari di bawah pohon ketapang depan rumah.
Sejak peristiwa itu aku menyedari ada sesuatu yang lahir dalam diriku yang bernama keyakinan diri. Semakin hari, semakin banyak saranannya yang aku penuhi. Anehnya, semakin banyak dendam yang terbalas, semakin dia berubah wajah dan watak. Wajahnya yang mulus itu dulu kini berubah menjadi hantu yang mengerikan. Matanya terbelalak dan mulutnya sentiasa menyeringai sampai aku sendiri takut melihatnya. 
 Namun semenjak dua menjak ini hantu itu muncul kembali. Aku tidak tahu apakah yang telah membebaskannya dari penjara bawah tanah yang telah kukedap mati selama ini.  Perjuanganku untuk bertahan selama lima belas tahun terasa seperti sia-sia. Kukira dia sudah mati. Ternyata tidak. Dia muncul secara perlahan dan senyap untuk pertama kali saat kujemput ibu dari penjara. Dia kemudiannya muncul dalam bayang sekilas. Bayang itu akhirnya menjadi subjek yang jelas ketika aku sudah mulai melihat seringainya di kepalaku.... 

0 comments:

Post a Comment