Aku memahami kalau kekadang kita khilaf mengatur emosi. Bagai sebuah peluru berpandu yang kehilangan kompas, maka ia pun tersesatlah tanpa peduli siapa atau apa.
Aku juga kekadang berada dalam situasi itu. Oleh itu, aku tidak susah untuk memahaminya, sekaligus memaafkannya. Sama seperti aku mengharapkan agar orang lain mahu memaafkan aku, saat aku menghadapi situasi kritikal melawan antara nafsu marah yang serakah dan akal waras yang rasional.
Tapi suatu hal yang perlu diakui ialah; samada kita suka atau tidak, nyatanya, peluru yang sesat itu pasti akan mencederakan orang lain. Memahami atau tidak, si mangsa tetap merasa kesakitan yang sama. Sengaja atau tidak, yang pasti kita sudah keburu menjadi pesalah.
Jangan biarkan peluru sesat mengembara tanpa kemudi.
0 comments:
Post a Comment