Wednesday, April 4, 2012 | By: Luna Biru

Kisah Burung Merak Raja

Seorang raja mempunyai sebuah taman, yang sepanjang empat musim selalu ditumbuhi tanam-tanaman yang wangi, hijau subur dan menyenangkan. Air mengalir berlimpah-limpah melaluinya, dan segala macam burung bernyanyi dari dahan-dahan pohon. Setiap hal yang baik dan indah yang dapat kita bayangkan terdapat di dalam taman itu. Dan di antara semuanya itu ada sekelompok burung merak yang cantik.


Sekali waktu sang raja mengambil salah seekor burung merak, dan memerintahkannya agar ia dimasukkan ke dalam kantung kulit supaya bulu-bulunya tidak dapat dilihat, sehingga ia tidak dapat mengagumi keindahannya sendiri dengan cara apa pun. Dia juga memerintahkan agar burung merak itu ditempatkan di bawah sebuah keranjang yang hanya mempunyai satu lubang, melalui lubang itu sedikit biji-bijian dapat dituangkan ke dalamnya untuk makanannya.

Lama waktu berlalu. Burung merak itu lupa pada dirinya sendiri, sang raja, taman, dan burung-burung merak lainnya. Ia melihat pada dirinya sendiri. Burung tersebut tidak melihat apa-apa kecuali kantung kulit yang kotor itu. Ia mulai menyukai tempat tinggalnya yang gelap dan jelek; ia percaya di dalam hatinya bahwa tidak mungkin ada tempat yang lebih besar dari ruangan di dalam keranjang itu, sedemikian rupa sehingga ia menganggapnya sebagai keyakinan bahwa jika ada orang menyatakan tentang suatu kehidupan, tempat tinggal atau kesempurnaan di luar yang ia ketahui, maka ia menganggapnya sebagai kekafiran mutlak, omong kosong besar dan kebodohan yang murni.

Sekalipun demikian, setiap kali angin segar berhembus, dan harumnya bunga-bunga dan pepohonan, violet, melati dan tumbuhan rempah-rempah sampai ke hidung burung itu, ia merasakan kesenangan yang mengejutkan melalui lubang itu. Timbul kekhawatiran di dalam hatinya. Ia merasakan adanya hasrat untuk pergi dan kerinduan batin, tetapi ia tidak tahu dari mana kerinduan itu berasal, sebab, kecuali kantung kulit itu, ia tidak mengetahui apa-apa; selain keranjang itu, tidak ada dunia lain; selain biji-bijian itu, tidak ada makanan lain. Ia telah melupakan semuanya. Ketika sekali-sekali ia mendengar suara burung-burung merak bernyanyi, dan burung-burung lain berlagu, kerinduan dan hasratnya timbul; tetapi ia tidak terbangunkan oleh suara-suara burung-burung itu atau hembusan angin. Pernah ia bergairah memikirkan sarangnya.

Angin sepoi-sepoi bertiup menyentuhku dan hampir mengucapkan kata-kata,
‘aku adalah kurir untukmu dari kekasihmu.’
(13) Lama sekali ia memikirkan apa sesungguhnya angin yang harum itu, dan dari manakah bunyi-bunyian yang indah itu datang.

Wahai kilat yang menyambar,dari perlindungan siapa engkau muncul?

Tetapi ia tidak sadar-sadar juga, meskipun sepanjang masa itu kesenangan tetap tinggal di hatinya.
Ah, kalau saja Laila sekali saja mengirimkan salam karunianya, meskipun diantara kami terbentang debu dan bebatuan besar.
Salam kegembiraanku akan merupakan jawabnya, atau akan menjeritlah kepadanya si burung hantu,
burung sakit yang memekik di tengah keremangan kuburan.

Burung merak itu bodoh, karena ia telah lupa kepada dirinya dan juga tanah airnya.

Setiap kali hembusan angin atau suara-suara datang dari taman, timbul hasrat dalam diri si burung merak tanpa mengetahui mengapa demikian.).
 Ia tetap kebingungan selama beberapa waktu, sampai suatu hari sang raja memerintahkan agar burung itu dilepaskan dari keranjang dan kantung kulitnya untuk dibawa menghadapnya.

Ketika burung keluar dari penutupnya, burung merak itu melihat dirinya berada di tengah-tengah taman. Ketika memandang bulu-bulunya sendiri, dan melihat taman beserta aneka ragam bunganya, atmosfir dunia, kesempatan untuk berjalan kesana-kemari dan terbang tinggi, serta semua suara, irama, bentuk dan berbagai benda yang ada, ia berdiri mendesah seakan-akan tak sadarkan diri (ejakulasi teofanik ‘syath’ yang terkenal dari Husayn ibn Manshur Al-Hallaj).

Syaikh Al-Isyraq, Syihabuddin Yahya As-Suhrawardi

PENERBIT MIZAN
KHAZANAH ILMU-ILMU ISLAM, September 1992
Jln. Yodkali 16, Telp. 700931 (dua saluran)
Bandung 40124

0 comments:

Post a Comment